ASSALAMUALAIKUM WR.WB

Selamat Datang

Biografi seniman asal Betawi (Benyamin Sueb)

 
benyamin sueb
Seniman legendaris asal Betawi, Benyamin Sueb (1939-1995) selama hidupnya sudah menghasilkan kurang lebih 75 album musik, 53 judul film serta menyabet dua Piala Citra. Ia berjasa pula dalam mengembangkan seni tradisional Betawi, khususnya kesenian Gambang Kromong dan menjadikan budaya Betawi dikenal luas hingga ke mancanegara. Benyamin sangat dikenal di Malaysia. Bahkan, dia juga sempat manggung di Moskwa, Rusia.

Lahir di Kemayoran, 5 Maret 1939, sebagai anak bungsu dari delapan bersaudara pasangan Suaeb-Aisyah, bakatnya sudah terlihat sejak masih anak-anak. Bakat seninya tak lepas dari pengaruh sang kakek. Dua engkong Benyamin yaitu Saiti, peniup klarinet dan Haji Ung (Jiung) yang juga pemain teater rakyat di zaman kolonial Belanda.

Sewaktu kecil, bersama 7 kakak-kakaknya, Benyamin sempat membuat orkes kaleng. Benyamin bersama saudara-saudaranya membuat alat-alat musik dari barang bekas. Rebab dari kotak obat, stem basnya dari kaleng drum minyak besi, keroncongnya dari kaleng biskuit. Dengan "alat musik" itu mereka sering membawakan lagu-lagu Belanda tempo dulu. Kelompok musik kaleng rombeng yang dibentuk Benyamin saat berusia 6 tahun menjadi cikal bakal kiprah Benyamin di dunia seni. Dari tujuh saudara kandungnya, Rohani (kakak pertama), Moh Noer (kedua), Otto Suprapto (ketiga), Siti Rohaya (keempat), Moenadji (kelima), Ruslan (keenam), dan Saidi (ketujuh), tercatat hanya Benyamin yang memiliki nama besar sebagai seniman Betawi.

Kesuksesan dalam dunia musik diawali dengan bergabungnya Benyamin dengan satu grup Naga Mustika. Orkes Gambang Kromong Naga Mustika dilandasi dengan konsep musik Gambang Kromong Modern. Unsur-unsur musik modern seperti organ, gitar listrik, dan bass, dipadu dengan alat musik tradisional seperti gambang, gendang, kecrek, gong serta suling bambu. Duetnya bersama Ida Royani menjadi duet paling populer pada saat itu dan lagu-lagu yang mereka bawakan meraih sukses besar.

Lagu-lagunya tidak hanya digemari oleh masyarakat Betawi tetapi juga Indonesia. Diantaranya lagu Kompor Mleduk, Tukang Garem, Bang Puase, dan Nyai Dasimah, adalah sederetan lagunya yang laris di pasaran. Apalagi setelah berduet dengan Bing Slamet lewat lagu Nonton Bioskop, nama Benyamin menjadi jaminan kesuksesan lagu yang akan ia bawakan. Ketika manggung di seluruh Indonesia seperti Sumatera, Kalimantan, Sulawesi, atau Irian, kebanyakan penonton tidak mengerti bahasa Betawi. Tetapi, mereka tertawa terpingkal-pingkal melihat Benyamin di atas panggung.

Di samping pop dan gambang kromong, Benyamin juga merambah jenis musik yang sedang mewabah pada tahun 1970-an, seperti blues, rock, hustle, dan disko. Benyamin juga tidak lupa pada keroncong dan seriosa, sebagaimana Blues Kejepit Pintu, Seriosa, Kroncong Kompeni, Stambul Nona Manis, atau Stambul Kelapa Puan.

Lagu-lagu Benyamin dan Ida Royani merupakan gambaran nyata kehidupan masyarakat Betawi. Benyamin juga melancarkan protes lewat lagu seperti lagu Digusur. Dalam lagunya Benyamin menggunakan bahasa khas Betawi yang sarat humor sehingga Digusur justru menimbulkan senyum Ali Sadikin, Gubernur DKI Jakarta saat itu. Lagu lain yang mengkritik pemerintah, Pungli, justru memperoleh penghargaan dari Kopkamtib. Lagu itu dianggap menunjang program Operasi Tertib yang sedang digalakkan pemerintah tahun 1977.

Selain di dunia musik Benyamin sukses juga di dunia film. Beberapa filmnya, seperti Banteng Betawi (1971), Biang Kerok (1972), Intan Berduri serta Si Doel Anak Betawi (1976) yang disutradari Syumanjaya, semakin mengangkat ketenarannya. Dalam Intan Berduri, Benyamin mendapatkan piala Citra sebagai Pemeran Utama Terbaik. Benyamin juga main di sinetron/film televisi seperti Mat Beken dan Si Doel Anak Sekolahan.

Benyamin meninggal dunia pada 5 September 1995 akibat serangan jantung setelah koma beberapa hari seusai main sepak bola. Benyamin dimakamkan di TPU Karet Bivak, Jakarta. Ini dilakukan sesuai wasiat yang dituliskannya, agar dia dimakamkan bersebelahan dengan makam Bing Slamet yang dia anggap sebagai guru, teman, dan sosok yang sangat memengaruhi hidupnya.


Biodata
Nama: Benyamin Sueb
Lahir: Jakarta, 5 Maret 1939
Meninggal: Jakarta, 5 September 1995
Isteri: Noni (Menikah tahun 1959)

Pendidikan:
Sekolah Rakyat Bendungan Jago Jakarta (1946-1951), SD Santo Yosef Bandung (1951-1952)
SMPN Taman Madya Cikini, Jakarta (1955)
SMA Taman Siswa, Jakarta (1958)
Akademi Bank Jakarta (Tidak tamat) ; Kursus Lembaga Pembinaan Perusahaan & Ketatalaksanaan (1960)
Latihan Dasar Kemiliteran Kodam V Jaya (1960)
Kursus Lembaga Administrasi Negara (1964)


Riwayat Pekerjaan:
Aktor, penyanyi, penghibur
Kondektur PPD (1959)
Bagian Amunisi Peralatan AD (1959-1960)
Bagian Musik Kodam V Jaya (1957-1968)
Kepala Bagian Perusahaan Daerah Kriya Jaya (1960-1969)

Penghargaan:
Meraih Piala Citra 1973 dalam film Intan Berduri (Turino Djunaidi, 1972) bersama Rima Melati
Meraih Piala Citra 1975 dalam film Si Doel Anak Modern (Sjuman Djaya,

Film-film yang dibintangi:
01. Honey Money and Jakarta Fair (1970)
02. Dunia Belum Kiamat (1971)
03. Hostess Anita (1971)
04. Brandal-brandal Metropolitan (1971)
05. Banteng Betawi (1971)
06. Bing Slamet Setan Jalanan (1972)
07. Angkara Murka (1972)
08. Intan Berduri (1972)
09. Biang Kerok (1972)
10. Si Doel Anak Betawi (1973)
11. Akhir Sebuah Impian (1973)
12. Jimat Benyamin (1973)
13. Biang Kerok Beruntung (1973)
14. Percintaan (1973)
15. Cukong Bloon (1973)
16. Ambisi (1973)
17. Benyamin Brengsek (1973)
18. Si Rano (1973)
19. Bapak Kawin Lagi (1973)
20. Musuh Bebuyutan (1974)
21. Ratu Amplop (1974)
22. Benyamin Si Abu Nawas (1974)
23. Benyamin spion 025 (1974)
24. Tarzan Kota (1974)
25. Drakula Mantu (1974)
26. Buaya Gile (1975)
27. Benyamin Tukang Ngibul (1975)
28. Setan Kuburan (1975)
29. Benyamin Koboi Ngungsi (1975)
30. Benyamin Raja Lenong (1975)
31. Traktor Benyamin (1975)
32. Samson Betawi (1975)
33. Zorro Kemayoran (1976)
34. Hipies Lokal (1976)
35. Si Doel Anak Modern (1976)
36. Tiga Jango (1976)
37. Benyamin Jatuh Cinta (1976)
38. Tarzan Pensiunan (1976)
39. Pinangan (1976)
40. Sorga (1977)
41. Raja Copet (1977)
42. Tuan, Nyonya dan Pelayan (1977)
43. Selangit Mesra (1977)
44. Duyung Ajaib (1978)
45. Dukun Kota (1978)
46. Betty Bencong Slebor (1978)
47. Bersemi Di Lembah Tidar (1978)
48. Musang Berjanggut (1981)
49. Tante Girang (1983)
50. Sama Gilanya (1983)
51. Dunia Makin Tua/Asal Tahu Saja (1984)
52. Koboi Insyaf/Komedi lawak "88 (1988)
53. Kabayan Saba Kota (1992)


VIJ 1928


Cerita bermula ketika para pemuda pribumi ingin mengadakan pertandingan sepakbola sebagai bentuk sosial untuk membantu korban kebakaran hebat yang terjadi di Kwitang, tapi bukan pertandingan sepakbola amal yang terjadi, melainkan pegusiran dan sikap rasis pengurus VBO (Voetballbond Batavia Omnstraken) terhadap pemuda pribumi.
Lapangan milik klub Hercules (anggota VBO saat itu) di Deca Park tidak boleh dipakai oleh kaum pribumi untuk bermain sepakbola. Jelas saja para pemuda tersebut yang masih hangat dengan Sumpah Pemuda segera mendirikan perkumpulan sepakbola pribumi pertama di Jakarta, yaitu dengan nama Voetballbond Indonesische Jacatra atau VIJ.
Pemakaian nama Jacatra tersebut menjadi alasan pergerakan mereka yang memang sangat membenci Belanda. Jacatra adalah nama tanah Batavia sebelum 1620 dimana saat itu Pangeran Jakarta, Wijayakrama masih menguasai tanah “kemenangan” ini.
Beruntung Jakarta saat itu diisi oleh para tokoh pemuda nasional yang berani menjamin kehidupan VIJ sebagai bentuk perlawanan terhadap Belanda. Bahkan para Pembina dan Ketua Umum VIJ adalah orang-orang yang menjadi tulang punggung proses kemerdekaan Indonesia, para tokoh nasional.
Jacatra saat itu sama seperti Jakarta saat ini, berbagai macam ras suku menjadi satu di daerah ini. Atas dasar itulah VIJ mengidentitaskan dirinya sebagai Merah-Putih. Sebuah indentitas perlawanan Indonesia dari kota yang biasa disebut “Indonesia Ketjil”.
Perlawanan terus berlanjut sampai pada akhirnya di tahun 1932, Mohammad Hoesni Thamrin memberikan lapangan di daerah Petojo sebagai “rumah” VIJ. Lapangan yg terletak di jalan Biak, Roxy tersebut digunakan VIJ sebagai tempat berkompetisi klub-klub anggotanya.
Bukan kampungan atau tidak modern, bahwa klub-klub VIJ bernama sangat pribumi, seperti Tjahaja Kwitang, STER, Setia, Malay Club, Keroekoenan, Andalas, Jong Krakatau, Sinar Betawi dll. Bahkan semua anggota klub-klub tersebut asli pribumi semua dan tidak satupun pemain keturunan asal Belanda.
Persaingan VIJ dan VBO jelas menjadi sangat kentara, bahkan di era tersebut VIJ dan VBO adalah raja Kampeonturnoi PSSI dan NIVU (Netherland Indische Voetball Unie). Jika dulu orang pribumi juga suka menonton kompetisi VBO maka setelah Ada VIJ, perhatian orang pribumi jelas lebih tertuju ke kompetisi VIJ.
Orang-orang dari Jatibaru, Tanah Abang, Kramat, Kwitang, Cideng, Roxy, bahkan orang-orang daerah Mester-Cornelis juga ikut menonton kompetisi VIJ atau pertandingan-pertandingan VIJ di Petojo. Bisa dibilang saat itu simpati orang Jacatra terhadap VIJ sudah sangat tinggi, hal inilah yg ditakuti oleh NIVU
Bahayakah keberadaan VIJ dimata NIVU? Jelas sangat berbahaya, VIJ adalah salah satu perkumpulan yang mendirikan PSSI di tahun 1930. Bersama-sama perkumpulan sepakbola yang ada di Indonesia, termasuk BIVB (Bandung), VIJ meruncingkan perlawanannya terhadap Belanda. PSSI alat pemersatu Indonesia yang bergerak di Sepakbola.
Terlebih posisi VIJ kuat dengan berdirinya para Pembina yang memang frontal terhadap Belanda. MH Thamrin, Dr A. Halim, Dr. Moewardi, Dr Koesoemah Atmadja, Mr Abudwahab, Mr. Basri dan tokoh pemuda Sunda di Jacatra, Iskandar Brata adalah tokoh-tokoh nasional yang juga para Pembina VIJ. VIJ saat itu adalah ancaman kelangsungan hidup NIVU dan Belanda di Indonesia.
Tokoh-tokoh itulah yang membuat VIJ tetap menggelar kompetisinya di Petojo, dibawah ancaman Belanda, VIJ tidak takut. Para pembinannya saat itu siap menjaga perkumpulan sepakbola “Indonesia Ketjil” ini sebagai ujung pedang perjuangan bangsa.
Nama VIJ saat ini memang sudah berganti menjadi Persija, tapi asa “Indonesia Ketjil” sampai saat ini masih menjadi milik Persija. Memang warna Merah-Putih telah runtuh oleh era Sutiyoso, tapi Persija saat ini tetaplah Persija, suatu Perkumpulan yang para pemainnya terdiri dari berbagai macam ras dan suku di Indonesia. Sayang jejak VIJ hanya lapangan Petojo yang sekarang dikitari oleh perkampungan warga, itu pun mungkin saja banyak dari pendukung Persija era ini yang masih belum tahu bahwa lapangan tersebut mempunyai cerita sejarah yang sangat dalam buat Persija.
Persija masih tetap menjadi primadona bagi semua orang, walau saat ini entah dimana “rumah” Persija, tapi perkumpulan ini masih ada dan tegak berdiri. Keyakinan orang terhadap kelangsungan Persija tetaplah tinggi, ditengah arus modernisasi, Persija yg ikut terkena  hantaman badai penggusuran Jakarta masih tetap survive ditengah kemiskinannya

“ Keberadaan kita hari ini, berasal dari segala sesuatu yang telah dibangun pendahulu kita di masa lalu ”
               


alat-alat membuat graffiti

  • CapsUjung kepala Cat pilox yang menghasilkan bentuk size dan ukuran semprotan yang beragam/berbeda
caps
  










  • MaskerPenutup atau pengaman pernafasan pada saat membuat graffiti.
Masker










  • Cans Kaleng yang berisi cat yang digunakan untuk graffiti.
Cans
  







  •  



  • MarkerBisa dibilang spidol, namun spidol yang permanen dan kebasahan yang tinggi.  
Marker
   








  • GloveDigunakan untuk melindungi tangan dari noda cat saat membuat graffiti
Glove


Pages

Popular Posts

About Me

Blogroll

Blogger templates

Translate